RSS

Tradisi Keluargaku dan Masyarakat Kota Sampit

19 Mar

Setiap bangsa dimanapun berada memiliki kebudayaan. Kebudayaan ialah berkat akal budi manusia yang di pergunakan untuk memenuhi kehidupan jasmani dan rohaninya. Kebudayaan mencakup kelompok ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan sebagainya, dan komplek aktivitas, yaitu keadaan berpola dari masyarakat dalam masyarakat, serta benda-benda hasil karya manusia. Menurut Kroeber, arti kebudayaan adalah keseluruhan realita gerak, kebiasaan, tata cara, gagasan, dan nilai – nilai yang dipelajari dan diwariskan, serta perilaku yang ditimbulkannya

Saya sekeluarga terlahir di kota Sampit. Sehari-hari menggunakan bahasa Banjar. Hal ini dikarenakan masyarakat Sampit pada umumnya terbiasa menggunakan bahasa Banjar. Dengan kata lain,bahasa Banjar adalah bahasa pemersatu masyarakat yang ada di kota Sampit. Karena terkadang bahasa Dayak jarang digunakan lagi dan bahasa dari tiap-tiap suku Dayak mempunyai banyak perbedaan dari segi kata-kata maupun artinya.

Tradisi keluarga saya atau masyarakat Sampit pada umumnya, apabila ada bayi yang lahir di sebuah keluarga, terlebih dahulu bayi tersebut dikumandangkan adzan. Kemudian ari-ari bayi tersebut dicuci, kemudian dibungkus dengan kain putih serta diberi garam, dan dimasukkan ke dalam kendi yang terbuat dari tanah liat. Apabila bayi tersebut mempunyai kakak, ari-ari tersebut terlebih dulu ditempelkan ke kaki kakak dari bayi tersebut agar kelak bayi tersebut tidak bertengkar dengan kakaknya. Kemudian ari-ari bayi tersebut di kuburkan di tanah atau dilarutkan di air. Apabila dikuburkan di tanah,maka diberi penerangan dengan lampu. Bayi diletakkan di tempat tidur dari baki atau talenan besar yang terbuat dari kuningan yang diberi alas sarung dan bahalai (selendang).

Untuk bayi diikatkan benang hitam pada salah satu tangannya dan untuk ibunya diikatkan pada salah satu jempol kakinya,benang ini berfungsi sebagai pengusir roh jahat. Apabila ibu dan anak tersebut ingin keluar rumah,maka harus membawa peralatan seperti Yasin atau Al-Qur’an kecil,gunting atau pemecah pinang (kancip) dan cermin, peralatan ini berfungsi juga sebagai pengusir roh jahat. Peralatan tersebut juga diletakkan dibawah bantal bayi saat tidur.

Untuk masyarakat Sampit, biasanya banyak pantangan untuk ibu dan bayi. Dalam hal kebiasaan serta makanan yang dimakan sebelum bayi berumur 40 hari. Contohnya untuk ibu bayi biasanya tidak boleh makan nasi panas, karena akan membuat kulit bayi merah dan juga tidak boleh makan dengan lauk ikan pipih, akan mengakibatkan rambut dari ibu bayi akan cepat beruban. Untuk bayi, kalau bisa tidak boleh keluar rumah sebelum dilaksanakan tasmiyahan dan aqiqah, untuk menghindari gangguan dari roh jahat. Untuk acara tasmiyah dan aqiqah, biasanya disediakan ayunan dari kain kuning yang dilapis bahalai (selendang). Untuk hiasan pada tali ayunan, dibuat anyaman berbentuk burung, cambuk, bunga dan payung yang terbuat dari daun kelapa. Juga digantung bunga yang dijahit dan dirangkai menjadi satu serta berbagai buah seperti pisang, anggur, rambutan dan lengkeng. Makanan yang wajib disajikan pada acara tasmiyah dan aqiqah tersebut adalah kue-kue seperti cucur, apam dan ketan kuning yang dipotong kecil dan diberi parutan kelapa yang dimasak dengan gula merah. Sebagai penghormatan kepada bidan yang membantu persalinan, maka pihak keluarga bayi memberi ketan, rempah-rempah untuk memasak seperti kunyit dan laos, dan gula merah, sarung serta uang.

Untuk acara tujuh bulanan calon ibu sebelum bayi lahir, maka diadakan acara mandi-mandi yang bertujuan untuk mendoakan keselamatan bayi dan ibunya. Biasanya, perlengkapan yang disediakan yaitu air mandi yang diberi doa dan rangkaian bunga. Air dimandikan sambil ditepukkan mayang (bunga kelapa) ke badan, perut, dan kepala sang calon ibu. Setelah itu sang calon ibu menginjak telor ayam sampai pecah. Setelah itu, kelapa yang dibelah dua dilempar ke atas. Apabila kelapa terbuka, maka calon anaknya laki-laki. Dan apabila tertutup, maka calon anaknya perempuan. Setelah itu, calon ibu bayi duduk di tempat yang disebut penduduk yang terbuat dari beberapa lapis sarung yang dilipat dan dibentuk. Kue yang wajib disajikan pada acara ini sama dengan kue yang disajikan pada saat tasmiyah dan aqiqah.

Untuk acara pernikahan, sama seperti acara pernikahan pada umumnya. Yang membedakannya adalah resepsi perkawinannya. Sebelum sehari sebelum dilaksanakan resepsi perkawinan tersebut, diadakan acara mandi pengantin. Yang memandikan pihak pengantin adalah orang tua kedua mempelai dan yang akan merias pengantin tersebut pada acara resepsi perkawinannya. memandikannya juga sambil ditepuk dengan mayang (bunga kelapa). Kemudian diadakan syukuran untuk kelancaran acara resepsi perkawinan untuk keesokan harinya.

Untuk pelaminan dan baju pengantin sama dengan pelaminan dan baju pengantin pada umumnya. Tetapi masyarakat Sampit banyak menyertakan pelaminan Banjar dan baju pengantin khas Banjarmasin. Dibawah pelaminan dan ranjang pengantin, diletakkan mangkuk yang berisi beras ketan, dan rempah-rempah untuk memasak seperti kunyit, laos, asam, dan gula merah yang berfungsi untuk menjauhkan pengantin dari roh jahat.

Apabila ada keluarga yang meninggal, maka dikuburkan sesuai tata acara agama, yaitu agama Islam.

Di Sampit juga ada tradisi mandi safar yang biasanya dilaksanakan pada hari rabu terakhir dalam bulan Safar ( bulan kedua dalam kalender hijriah) di sungai Mentaya. Mandi safar ini bertujuan untuk menghindari diri dari penyakit dan sebagai penolak bala bagi orang-orang yang mengikuti kegiatan mandi safar tersebut. Masyarakat yang ingin mengikuti proses mandi Safar, sebelum berenang ke dalam sungai Mentaya, harus membekali diri dengan daun sawang yang di ikat di kepala atau di pinggang. Daun sawang tersebut sebelumnya dirajah oleh seorang sesepuh atau alim ulama setempat. Karena menurut kepercayaan, pemakaian daun sawang itu agar orang yang mengikuti kegiatan mandi safar terjaga keselamatannya dari segala gangguan, binatang maupun makhluk halus. Setelah selesai mandi, masyarakat biasanya berkumpul di tempat acara yaitu Pelabuhan Sampit untuk bersama-sama membaca doa mohon keselamatan yang di pimpin oleh kyai setempat. Selanjutnya masyarakat berebut berbagai macam kue yang dibentuk seperti gunungan yang terdiri dari 41 macam jenis kue tradisional seperti cucur, apem merah, apem putih, wajik, ketupat burung dan lain-lain.

Itulah tradisi keluarga saya dan masyarakat Sampit pada umumnya. Semua bertujuan untuk kebaikan diri dan untuk menjauhkan diri dari gangguan roh halus. Karena masyarakat kota Sampit masih mempercayai adanya roh halus yang bisa mengganggu kehidupan kita. Jadi, tradisi suku Dayak jarang sekali dilakukan lagi karena adanya pernikahan antarsuku dan perpindahan agama, yaitu agama asli suku Dayak (Kaharingan) ke berbagai agama sehingga upacara adat Dayak tidak dilaksanakan lagi karena bertentangan dengan aturan agama masing-masing.

 

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 19 Maret 2012 inci Uncategorized

 

Tinggalkan komentar